Kekuatan Halima Membela Keimanan

Niat Halima Muse (33 tahun) menjaga dirinya dengan hijab sudah sangat mantap. Muslimah asal Kanada ini berani menghadapi segala risiko akibat kegigihannya membela keimanan. Meski mendapat penentangan, dia tetap pada pendiriannya mengenakan busana panjang yang melindungi auratnya.

Akibat sikapnya itu, Halima sempat dikeluarkan dari tempat kerjanya sebagai security screener di Canadian Air Transport Security Authority (CATSA). Perusahaan tempatnya bekerja itu menganggap Halima melanggar peraturan perusahaan mengenai seragam yang wajib dikenakan karyawannya. Peristiwa itu terjadi pada Agustus lalu.

''Hal utama yang melandasi ide untuk menyeragamkan pakaian pegawai adalah untuk menjaga konsistensi, kredibiltas, dan identitas perusahaan,'' ujar Ana-Karina Tabunar, juru bicara CATSA, seperti dikutip Toronto Star. Dia menambahkan untuk mengubah pakaian seragam atau aturan tentang pakain seragam itu, diperlukan banyak pemikiran dan pertimbangan.

Dipecat dari tempat kerja tak membuat Halima surut. Dia tetap pada prinsipnya menjaga keimanannya dan mempertahankan hijab. Selain itu, dia juga mencoba mencari jalan untuk memperjuangkan haknya sebagai karyawan perusahaan tersebut. Halima merasa pemecatannya dengan alasan dirinya menjaga hijab itu sebagai bentuk diskriminasi.

Selain mencari pendampingan dari pengacara, dia juga mengadukan masalah yang dihadapinya ke Canadian Human Rights Commission. Dalam pernyataan tertulis yang disampaikan ke komisi tersebut dia mengungkapkan dirinya tidak suka dengan seragam yang ditetapkan perusahaan tempatnya bekerja berupa baju dan celana panjang. ''Seragam itu membuat bentuk tubuh saya terlihat,'' tutur Halima dalam pernyataan tertulis itu.

Saat mulai merasa tidak senang dengan seragam yang diwajibkan perusahaannya, dia mencoba bicara dengan bagian terkait untuk menyediakan seragam yang melindungi auratnya. Namun, kata Halima, bagian tersebut menyatakan perusahaan tidak menyediakan pakaian seperti itu. Halima kemudian mencari sendiri kain yang warnanya mirip dengan seragam perusahaannya untuk dijahit menjadi pakaian yang melindungi auratnya.

Selama enam bulan mengenakan 'seragam' buatan sendiri, Halima sama sekali tidak menerima teguran. Namun setelah itu, managernya meminta dia untuk mematuhi aturan tentang seragam pegawai. Karena teguh dengan keimanannya, dia menolak permintaan tersebut. Pada 11 Agustus 2007, Halima tidak diizinkan masuk kantor. Setelah itu dia tidak diizinkan bekerja lagi selama tiga hari sejak 15 Agustus. Akhirnya pada 29 Agustus 2007, dia dirumahkan tanpa mendapatkan pesangon setelah lima tahun bekerja untuk perusahaan tersebut.

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pakaian yang tidak sesuai dengan aturan soal seragam ini tentu menyakitkan hati Halima. ''Saya sangat mencintai pekerjaan ini,'' ucap Halima. Setiap hari dia menjalankan mesin scanner untuk para penumpang pesawat dan bagasi di Bandara Internasional Pearson, Toronto. Dia juga mengaku sangat menyenangi orang-orang yang bekerja dengannya. Selama menjalani pekerjaannya, dia mengaku bertemu dengan beragam manusia. Selama itu pula dia tidak pernah meninggalkan kewajibannya shalat lima waktu.

Orang tua tunggal dengan satu anak asal Somalia itu pun selama tiga bulan terakhir tidak memiliki penghasilan. Untuk bisa bertahan hidup, terpaksa dia meminjam uang kepada saudara-saudaranya. Agen asuransi tenaga kerja pun menolak klaimnya karena dia tidak lagi tercatat sebagai karyawan. Kegigihannya menegakkan aturan untuk menutup aurat itu diharapkannya bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak yang concern dengan masalah tersebut. Halima mengungkapkan apa yang dilakukannya itu adalah contoh yang bisa jadi bahan pertimbangan bagi umat Islam, Kristen, maupun Yahudi yang ingin menjalankan kewajiban menutup aurat.

Pengacara Halima, Jo-anne Pickel, menambahkan pemecatan yang dilakukan perusahaan tempat Halima bekerja sama sekali tidak memiliki alasan yang kuat. ''Sebenarnya, dalam kasus ini perusahaan bisa dengan mudah mengakomodasi keyakinan agama Halima,'' ujar dia. Pickel menambahkan, untuk mengakomodasi masalah tersebut, perusahaan hanya cukup memberikan izin kepada Halima untuk mengenakan busana yang sedikit lebih panjang, dan tidak membentuk bagian tubuhnya.

Setelah menjalani perjuangan berat, Halima mendapatkan titik terang. Perusahaan tempatnya bekerja memberikan izin kepada Halima untuk mengenakan seragam dengan ukuran yang lebih panjang, dan bisa menutup auratnya. Dalam pernyataannya, The Teamster, lembaga yang mengadvokasi Halima seperti ditulis harian National mengungkapkan pihak perusahaan bersedia mempekerjakan kembali Halima di bagian administrasi. Selain itu, lembaga tersebut juga menyatakan pihak perusahaan akan membayar penuh gaji Halima selama tiga bulan dirumahkan. Hal penting yang kemudian dilakukan CATSA setelah kasus Halima ini adalah akan meneliti kembali aturannya tentang seragam karyawan. irf. www.republika.co.id

apakh diperusahaan kita berkerja di batasi cara berseragam khususnya wanita....?

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 
© 2010 The Students Computer is proudly powered by Blogger